Search This Blog

Thursday, December 4, 2014

SOLO CITY, Kota Kecil yang Bersahabat




I love Solo for some reasons.
Ini adalah musim ke-10 saya di kota Solo, tempat dimana saya merantau sejak lulus SMA. Saat itu, bagi kebanyakan masyarakat di Sumatera, keputusan untuk melanjutkan studi di Solo tergolong tidak populer jika dibandingkan dengan kuliah di kota pelajar, Yogyakarta. Tapi karena saya tidak punya saudara di Yogya melainkan di Solo, maka saya tidak ragu untuk hijrah ke kota leluhur saya ini. Dan saya tidak pernah menyesal memilih tinggal di kota Solo, karena hingga detik ini, Tuhan membuat kota Solo menjadi sangat populer, jauh melebihi ekspektasi saya sebelumnya. Selain itu ada banyak hal yang membuat saya mencintai kota kecil ini.

1.       Biaya hidup terjangkau
Kita sudah bisa makan hanya dengan seribu rupiah; menu berupa sego kucing/ nasi goreng/ nasi oseng yang biasa di jual di HIK (Hidangan Istimewa Kampung).

Masih banyak juga tempat-tempat makan yang menjual menu dengan harga murah serta rasa yang enak. Sementara itu biaya kuliah saya pun dulu tergolong yang paling “bersahabat” untuk ukuran universitas negeri di Indonesia.
Universitas Sebelas Maret (UNS)

2.       Warga ramah & sopan
Warga Solo dikenal sebagai pribadi yang santun dan berbudaya. Mereka ramah dan sopan, hal itu ditunjukkan oleh gesture dan cara mereka berbicara (yang mayoritas menggunakan bahasa Jawa halus/ kromo).

3.       Gereja Kristen nomor 3 terbesar se-Indonesia
Saya beruntung bisa beribadah dan berpelayanan di salah satu gereja paling maju, berkembang dan sangat modern di Indonesia, yakni GBI Keluarga Allah di Solo. Gereja ini membuat saya memiliki banyak teman, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan skill di bidang tarik suara, mengajari saya berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan, serta lebih membangun iman percaya saya kepada Tuhan.
Berkapasitas 5000 tempat duduk dengan 5 kali jam ibadah setiap hari Minggu, cabang dari gereja ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia bahkan hingga ke Kalimantan dan Papua. Dilengkapi dengan website resmi yang bisa diakses kapan saja, acara ibadah di gereja ini bisa ditonton secara streaming oleh banyak orang di seluruh dunia.

4.       Culture dan kalender event budaya
Pawai festival budaya di jalan-jalan bukan hal yang aneh di Solo. Hampir setiap bulan ada kegiatan budaya yang digelar bersama masyarakat, mulai dari Batik Solo Carnival, Grebeg Sudiro, Gunungan Sekaten, Arak-arakan tumpeng, festival Jenang, festival di Bengawan Solo sampai Solo International Ethnic Music (SIEM).
Festival Jenang
Solo Batik Carnival
Belum lagi ada event-event lain yang menyemarakkan kota Solo sepanjang tahun ini seperti Festival Lampion, Solo City Jazz, SIPA hingga World Military Parachuting Championship bulan September lalu (CISM WMPC).
Festival lampion
5.       Malls & cinemas
Solo Paragon Lifestyle Mall
Kota Solo tergolong kota kecil tetapi disini saya sangat dimanjakan dengan keberadaan beberapa mall sebagai tempat berbelanja dan menonton film. Hanya dengan 15 ribu rupiah untuk film 2D dan 20 ribu rupiah untuk film 3D, saya sudah bisa menonton film-film keluaran terbaru di bioskop yang ada disini.

Bioskop-bioskop di kota Solo, selalu memutar film 1 hari sebelum tanggal rilis resmi film tersebut (seperti yang biasanya tercantum di trailer dan posternya), sehingga bisa dikatakan sangat up to date. Lebih menyenangkan lagi karena bioskop-bioskop tersebut tetap mengedepankan kualitas dan kenyamanan bagi pengunjungnya.


7.       My president’s hometown
       Semua juga tahu bahwa presiden ke-7 kita, Bapak Joko Widodo, berasal dari kota ini, kota yang pernah dipimpinnya sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dan saya bersyukur pernah merasakan menjadi warga Solo yang dipimpin oleh beliau selama beberapa tahun.

Tertarik untuk berkunjung ke kota Solo?
Kami dengan tangan terbuka akan menerima kedatangan Anda :) 
Selamat berkunjung!



Sunday, October 26, 2014

REAL MADRID CF: More Than Just A Football Club



     31 Agustus 2002.
    Itulah saat dimana saya untuk pertama kalinya menonton pertandingan Real Madrid, tepatnya di Piala Super Eropa 2002. Setelah sebelumnya jatuh cinta pada sosok Iker Casillas yang tampil ciamik bersama Spanyol di Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan, saya mencari tahu keberadaannya dan menemukan bahwa ia adalah penjaga gawang di klub ibukota Spanyol itu.
Iker Casillas di pesta La Decima-Bernabeu, Mei 2014
    Tanpa mengetahui seperti apa sejarah Real Madrid dalam dunia sepakbola, saya mulai mengikuti dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya, hanya untuk melihat sang kiper. Saat itu La Liga belum disiarkan di TV terrestrial seperti sekarang ini, jadi saya hanya bisa menyaksikan Casillas dkk beraksi di ajang Liga Champions, maksimal 2-3 pertandingan dalam kurun waktu satu bulan.
    Awal tahun 2000-an sebenarnya Real Madrid tidak populer di kalangan anak-anak sekolah seperti saya kala itu. Mayoritas dari mereka lebih memilih tim-tim serie-A Italia seperti Juventus dan AC Milan, serta tim-tim EPL seperti Manchester United atau Liverpool. Itu disebabkan karena Liga Italia disiarkan di Indonesia dalam beberapa tahun. Sehingga bisa dikatakan bahwa hanya saya satu-satunya pendukung Real Madrid di kelas saya, atau bahkan di hampir semua kelas seangkatan saya saat itu.
    Saya yang awalnya tidak mengetahui seluk beluk persepakbolaan Eropa, berusaha mencari tahu melalui tabloid-tabloid olahraga. Salah satu tabloid favorit saya adalah Tabloid Soccer, yang kala itu baru saja diterbitkan (masih eksis dan terus berkibar hingga kini). Dari situlah saya akhirnya tahu bahwa Real Madrid bukan klub sepakbola biasa, ditilik dari sejarah yang telah berhasil mereka ukir. Tapi bukan itu alasan saya memilih Real Madrid sebagai klub favorit saya. Bukan pula karena Los Blancos diisi pemain-pemain top dunia seperti Zidane, Ronaldo, Beckham, Owen, Figo maupun generasi terbaru macam Cristiano Ronaldo cs, tapi karena sosok sang penjaga gawang, Iker Casillas. Pemain yang (dulu) tidak pernah saya duga akan tercatat namanya dengan tinta emas dalam buku rekor sepakbola dunia sebagai satu dari sedikit pesepakbola yang punya prestasi mengagumkan.
Madridista seperti saya harus menunggu selama 12 tahun untuk bisa melihat Real Madrid mengangkat trofi Liga Champions lagi. Sebelumnya malah saya tidak ikut menyaksikan mereka memenangi trofi ke-9 karena saya baru ‘menemukan’ Casillas saat Piala Dunia, 3 minggu setelah ia memenangkan si ‘kuping besar’ itu.
Real Madrid juara Liga Champions ke-10 kalinya, Mei 2014
     Waktu 12 tahun tidaklah singkat. Saya boleh berbangga menjadi saksi hidup perubahan demi perubahan sebuah klub sepakbola yang kini menjadi yang terkaya di dunia. Pemain, pelatih dan presiden boleh datang silih berganti, tapi Real Madrid tetaplah Real Madrid. Klub dengan segudang prestasi dan filosofi sepakbola menyerang, bermain indah, mencetak banyak gol dan banyak rekor, terbaik dari yang terbaik.
 
Real Madrid juara Piala Super Eropa, Agustus 2014
I’m 100% Madridista.
Pase lo que pase, Real Madrid por siempre.
Hala Madrid!

Monday, September 29, 2014

38TH CONSEIL INTERNATIONAL DU SPORT MILITAIRE (CISM) WORLD MILITARY PARACHUTING CHAMPIONSHIP 2014

Saat mendengar bahwa kota Solo bakalan jadi host event militer Internasional bertajuk kejuaraan dunia terjun payung, seketika terbayang sosok-sosok seperti Josh Hartnett – Matt Damon dan Jason Statham dalam balutan kostum militer, melenggang dengan gagah sambil menyandang tas parasut di punggung mereka :)

   Ya, pertama kalinya dalam hidup saya yang fana ini, saya melihat ratusan tentara mancanegara beraksi dengan parasut mereka, menghiasi birunya langit kota Solo selama lebih dari sepekan.

    Kejuaraan terjun payung internasional ke-38 ini memang merupakan agenda tahunan dari CISM. Kota Solo dipilih sebagai tempat penyelenggaraan, mengambil 3 venue yaitu Lapangan Udara Adi Sumarmo, Stadion Manahan dan Alun-Alun Selatan. Pesertanya hadir dari 42 negara anggota CISM, diantaranya USA, Jerman, Italia, Korea Selatan, Korea Utara, Belanda, Hungaria, Tiongkok, Rusia, Chile, Brazil, Aljazair, Oman, Spanyol, Perancis dan Indonesia sebagai tuan rumah.
Tim Belgia dan Brazil

Italy male team

Tim Chile dan Rep. Ceska
    Pembukaan dan kirab yang diadakan hari Kamis, 18 September 2014 dari Ngarsopuro sampai Balaikota di Gladak, luput dari pengamatan saya, karena saya baru mendapatkan schedule lengkap mereka sehari setelah opening ceremony. 
Luigi P. - Fabrizio M. (accuracy male team)
    Kejuaraan ini dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya ketepatan mendarat (di Stadion Manahan), terjun gaya bebas (di Alun-Alun Selatan dan Stadion Sriwedari), dan terjun dalam bentuk formasi tim (di Lanud Adi Sumarmo).
    Dikarenakan jam kerja saya yang full dari pagi sampai sore, maka saya hanya sempat menyaksikan atraksi mereka pada hari Sabtu dan Minggu. Selain itu saya hanya bisa melihat mereka terjun dari kejauhan. Bahkan keinginan melihat formasi tim saat terjun pun batal karena ternyata dibutuhkan teropong untuk melihatnya secara jelas.
    Dari 42 negara yang ikut ambil bagian, saya dan teman saya yang setia menonton tertarik pada tim pria dari Italia yang bertanding di nomor ketepatan mendarat. Dikarenakan tempat kami duduk saat menonton berada di dekat tenda base camp Italia, maka kami bisa melihat kelima anggota timnya (plus 1 official) dengan lebih jelas. Dan satu hal yang benar-benar membuat kami tertarik adalah karena seorang dari mereka, tampak sangat menonjol. He..he..he... you know what I mean, menonjol gantengnya.
Luigi (Italian Army) saat terjun dari helikopter TNI AD buatan Rusia
Sergeant Daniel (US Army) saat mendarat di stadion Manahan
Tapi meskipun demikian, kami tetap tertarik menyaksikan tim yang lain kok :-)

     Event ini berlangsung sejak tanggal 17 - 27 September 2014, dan pada hari terakhir dilakukan Closing and awarding ceremony di Stadion Manahan, Solo.


Tim putri USA dan tim putra Belgia menang di kategori terjun formasi tim.
Female team (formation skydive)
Male team (formation skydive)
Pembagian medali kategori akurasi terjun kelas junior

    Closing and awarding ceremony berlangsung sekitar 2 jam, menampilkan aksi tari daerah dan pertunjukkan musik oleh para taruna TNI. Dan sebagai penutupnya kami diijinkan berfoto bersama para penerjun payung di lapangan.
    Thanks God for that great Saturday. Setelah lelah berpanas-panas ria di tribun stadion dengan suhu hari itu yang mencapai 35 derajat Celcius, keletihan kami terbayar lunas setelah (tanpa diduga) kami bisa bertemu bahkan berfoto bersama penerjun favorit kami asal Italia. It is more than I expected. Bonusnya, kami juga bisa bertemu 2 penerjun elit dari kesatuan US Army yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya di level mancanegara.
    It was great, so interesting for me. September kali ini benar-benar menghadirkan keceriaan. Yeaahh... so let us sing, "September ceria... milik kita... bersama..."


Sumber: facebook @dannyjacobs, @CISM