Search This Blog

Saturday, October 20, 2018

REVIEW: Buku Biografi Pierre Tendean "Jejak Sang Ajudan"

Buku Biografi Pierre Tendean: Jejak Sang Ajudan

Judul               : Jejak Sang Ajudan; sebuah biografi Pierre Tendean
Penulis            : Ahmad Nowmenta Putra dan Agus Lisna
Penerbit          : Yogyakarta: LeutikaPrio (PT Leutika Nouvalitera)
Terbitan          : Agustus 2018
Tebal               : 214 halaman
Genre              : Non fiksi
ISBN                : 978-602-371-621-0
Harga              : Rp.140.000,00

Mendengar nama Pierre Tendean, apa yang muncul di benak kalian?
Sebagian besar mungkin teringat dengan peristiwa G30S 1965. Ada juga yang langsung terbayang paras tampannya yang khas blasteran Indo – Eropa. Sisanya barangkali akan menghubungkan dengan nama sebuah jalan di Jakarta yang terkenal macet.
Lalu siapa sosok Pierre Tendean yang sebenarnya? Apa yang membuatnya terlibat dalam sejarah kelam bangsa kita 53 tahun yang lalu? Mengapa namanya dijadikan sebagai nama jalan di banyak kota di Indonesia? Dan apakah dia benar-benar tampan?
Menta dan Lisna yang sama-sama menyukai sejarah menuangkan hasil riset mereka dalam sebuah buku biografi berjudul Jejak Sang Ajudan. Buku ini digagas oleh Menta yang punya ketertarikan besar pada kiprah Kapten Pierre Tendean, dengan menggandeng Lisna yang notabene adalah penulis blog yang populer di kalangan penggemar sang Kapten.
Dilihat dari covernya, buku ini tampak menarik dengan foto Pierre berseragam hijau TNI AD di atas dasar putih. Masuk ke halaman pertama kita disuguhi kolase foto-foto beliau dengan berbagai pose, yang sudah barang tentu mengundang mata ini untuk melihat lebih jeli lagi. Salah satu hal yang saya suka dari buku ini adalah penyajian foto-foto Pierre Tendean yang berwarna, yang belum pernah saya temukan di buku lain manapun yang pernah ada.

SINOPSIS
Buku ini berkisah tentang perjalanan hidup salah satu Pahlawan Revolusi termuda, Pierre Tendean, sejak beliau lahir sampai gugur di usia 26 tahun. Pierre Tendean dikenal ceria, bertoleransi tinggi dan bergaul dengan semua kalangan sejak belia, meskipun lahir dari keluarga berada. Masa kecilnya diisi dengan banyak aktivitas menyenangkan bersama kakak dan teman-teman sepermainannya. Menginjak usia remaja Pierre yang aktif dalam kegiatan sekolah ternyata juga pernah terlibat perkelahian antar pelajar hingga harus mendapat pendisiplinan dari yang berwenang. Ketertarikannya pada dunia militer tumbuh seiring Pierre beranjak dewasa.
Setelah melalui beberapa trik untuk bisa meyakinkan orang tua agar mengijinkannya masuk ranah militer, akhirnya Pierre Tendean berhasil mewujudkan mimpinya menjadi taruna TNI AD berpangkat Letnan Dua. Berbagai tugas berbahaya diembannya selepas lulus pendidikan taruna, salah satunya menjadi agen intelijen di Malaysia pada masa Dwikora. Kepiawaiannya dalam bertugas membuat Jenderal AH Nasution tak ragu menjadikannya ajudan, selain karena memang Pierre sudah dikenal oleh keluarga pak Nas sejak kecil. Maka terhitung Pierre Tendean menjadi ajudan Menko Hankam/ Kepala Staff ABRI itu selama kurang dari enam bulan, hingga beliau dinyatakan gugur pada 1 Oktober 1965 pagi dalam sebuah gerakan yang dinamakan G30S.
 
Halaman buku yang memuat foto berwarna
Buku berisi tujuh bab ini dimulai dengan kisah lahirnya Pierre Tendean pada akhir 1930-an. Penulis menjabarkan detail suasana saat itu dengan bahasa yang puitis sampai saya larut layaknya sedang membaca kisah fiksi. Padahal ini buku biografi, lho. Menta dan Lisna menggiring imajinasi pembaca untuk ikut masuk ke dalam kisah yang sedang disajikan, lewat gaya tulisan yang kaya dengan kosakata. Kebetulan saya suka belajar kosakata baru, dan membaca bab-bab awal ini bisa menambah perbendaharaan kata saya yang tidak seberapa. Pada bab-bab berikutnya penulis masih mempertahankan gaya bahasa puitisnya ini, tapi tidak sampai pada keseluruhan bab. Kemungkinan karena di beberapa bagian disisipkan kutipan naskah dari banyak sumber.
Secara alur, saya melihatnya sebagai alur yang maju – mundur. Di saat saya sedang asyik menyelami sebuah kisah yang tertulis di situ, tiba-tiba saya ditarik mundur ke belakang untuk memahami peristiwa yang terjadi sebelumnya, entah itu terkait secara langsung maupun hanya sebagai latar belakang kisah. Pastinya penulis menggunakan itu sebagai flashback untuk memberikan tambahan penjelasan pada pembaca tentang peristiwa yang terjadi sesudahnya.
Dilengkapi dengan banyak tampilan foto berwarna
 Info yang diberikan Menta dan Lisna di buku ini sangat lengkap. Jadi pembaca tidak perlu khawatir mengenai latar belakang tempat maupun suasana karena ada banyak kutipan sumber yang dimasukkan dalam naskah. Misalnya saja saat dokter AL Tendean dibawa oleh gerombolan PKI pada tahun 1948, maka penulis menyertakan info seputar pemberontakan PKI di Madiun pada tahun yang sama. Di satu sisi penambahan kutipan ini menambah wawasan kita tentang situasi saat itu, tapi di sisi lain membuat saya kehilangan fokus pada kisah Pierre itu sendiri karena jangkauan pemahaman kejadiannya menjadi lebih luas. Mungkin saya harus lebih bisa memfokuskan diri dalam hal ini, haha… 😅
Secara keseluruhan saya paling tersentuh dengan bab terakhir yang mengisahkan masa-masa berkabung keluarga Tendean pasca gugurnya Pierre. Meskipun gaya penulisannya lebih sederhana dibanding bab awal, tapi saya tetap bisa hanyut menyelami kisah di dalamnya. Saya bahkan sempat mbrebes saat membaca bab ini lho, saking bapernya.
Untuk yang mengaku penggemar sejarah, atau bahkan yang hanya menaruh minat pada sosok Kapten legendaris Indonesia ini, pokoknya buku ini wajib ada di ruang baca kalian. Selain karena ada banyak foto berwarna di dalamnya, buku ini juga dicetak menggunakan kertas berkualitas. Dijamin nggak bakal nyesel deh.

Nah, jadi itu review saya untuk buku biografi Pierre Tendean. Semoga bisa memberi gambaran buat teman-teman yang ingin mendapatkan bukunya 😊

No comments:

Post a Comment